Sabtu, 24 September 2011

AKHIRNYA AKU PAHAM AKAN CINTA



                Lama ia memandang wajah di foto berukuran dompet itu. Wajah manis nan ayu, tersenyum kepadanya. Mata hitam kecoklatannya dan bibir tipis merah muda, menambah kesan kecantikannya. Rambut lurus sepinggan hitam legam. Alis tebal dan bulu mata yang lentik. Siapapun yang memandangnya, pasti setuju bahwa ia memang sempurna. Yah—mungkin—bagi orang yang melihat kesempurnaan wanita hanya dari fisiknya. Dan mungkinkah dirinya pun begitu? Mungkin saja.
                Tak bosan-bosannya ia terus memandangi wajah di dalam foto itu. Tetapi ketika mengingat apa yang telah terjadi, ia muak. Marah. Dan rasa dendam timbul dalam hatinya. Rasanya seolah ia ingin membalas perlakuan wanita dalam foto itu kepadanya, tapi ia tidak bisa. Itu pikiran konyol, pikirnya. Itu pasti bisikan syaitan, ia mengingatkan dirinya, jangan terbawa godaan.
                Terbayang lagi kenangan akan wanita itu. Awalnya wanita itulah yang mengajaknya berkenalan, dan merekapu menjalin persahabatan. Sebulan menjalani persahabatan, timbullah rasa suka diantara keduanya.
Ketika itu ia sadar, bahwa ia sesungguhnya bukanlah lelaki yang pantas bagi wanita itu. Ia bukan berasal dari keluarga kaya. Pintar? Tidak juga. Dan paling parah, ia sama sekali masih tabu akan hubungan percintaan. Ia tidak tahu seperti apa pacaran itu. ia pun, bahkan, tidak mampu berkata banyak di hadapan wanita itu. tapi hal itu mungkin menjadi satu alasan wanita itu menyukainya. Ia mungkin dianggap lugu. Tapi tidak juga, karena ia pun sering berdebat dengan teman-temannya. Yang jelas, ia yakin bahwa dirinya belum pantas untuk menjalin hubungan dengan wanita itu. Namun ia juga tahu, bahwa wanita itu juga mengharapkan dirinya. Dan dengan modal nekat, ia mencoba mengungkapkan perasaannya kepadanya. wanita itu menerimanya.
                Hubungan percintaan mereka hanya berjalan kurang lebih satu bulan setengah. Semua itu disebabkan dirinya tidak mampu berbicara banyak, apalagi mengucapkan kata-kata, puisi-puisi, dan rayuan cinta, kepada wanita itu. dan ha itulah, yang dulu menjadi alasan wanita itu menyukainya, menyebabkan wanita itu menjauhinya. Bagaimana mungkin ia pacaran dengan hanya duduk diam. Hubungan mereka pun berakhir. Namun bukan hanya itu yang menyebabkan ia sakit hati.
Setelah bahtera cintanya kandas, ia mesih tetap menjalin hubungan kekeluargaan dengan keluarga sang mantan kekasih. Ia tak mau hanya karena masalah itu ia juga menjauhi keluarganya. Tentu saja, keluarga sang mantan kekasih pun juga terus menghargainya hingga saat ini, bahkan menganggap ia seperti keluarga sendiri. Namun, wanita itu sudah beberapa kali menyindirnya di hadapan keluarganya. Dan ini yang membuat dirinya semakin tersakiti. Terhina. Ia ingin membalas dendam? Tidak, itu bukan sikap seorang muslim. Ia sadar akan hal itu.
***
                Ia terbangun dari tidurnya. Ia lalu menyalakan lampu kamar dan melirik jam dinding. Jam setengah dua. Ia baru tidur kira-kira dua jam. Rupanya ia tadi tertidur ketika mengenang masa pacarannya. Masa-masa kelam. Masa ia tersesat. Sekarang, ketika ia mondok di pesantren, ia paham bahwa pacaran itu dilarang. Tapi tetap saja, kenangan akan wanita itu masih terus mengganggunya.
                Kembali ia melirik jam. Apa yang akan kulakukan saat ini, pikirnya. Kembali tidur? Rasa kantuknya sudah hilang. Ia menatap sahabat-sahabat sekamarnya. Semuanya terlelap dengan mimpi masing-masing. Terlihat damai. Ia memutuskan untuk ke kamar mandi dan mengambil air wudlu. Ia melangkah gontai ke kamar mandi.
                Seusai berwudlu ia berganti pakaian, dan kemudian berangkat ke masjid. Ia berniat akan shalat tahajud. Ia melangkah dari asrama dan merasakan angin sepoi-sepoi bertiup. Ia bergeming dan memandang langit. Cerah tak berawan. Penuh dengan bintang. Ia merasa damai. Seketika ia teringat akan sebuah kenangan. Kenangan yang indah, lucu dan unik. Dan, ia yakin, ia akan mendapatkan jawaban dari permasalahan yang dihadapinya.
                Hari itu hari sabtu. Ia dan seorang sahabatnya berencana pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Cukup jauh. Kurang lebih tiga puluh kilometer. Hal ini sudah mereka rencanakan beberapa hari sebelumnya. Sebagai pemuda, mereka juga selalu ingin mecoba-coba hal-hal baru. Ya, mungkin mereka ingin menunjukkan bahwa mereka bisa.
                Waktu telah menunjukkan pukul 11.30. itu berarti jam pelajaran telah usai. Dan mereka pun berangkat pulang dengan berjalan kaki, seperti yang mereka rencanakan. Perjalanan dari sekolah ke rumah mereka tempuh kurang lebih enam jam. Capek? Pegal? Tentu, dan mereka merasa bangga bisa melakukannya. Namun bukan petualangan yang melelahkan itu yang menarik perhatiannya. Ada hal yang menarik yang mereka alami ketika mereka di tengah perjalanan. mereka ketika itu melihat sepasang kekasih yang sedang menunggu angkutan kota. Dengan mesra sang pria membelai pipi sang kekasih. Ia lantas berkata kepada sahabatnya, “sob, luar biasa yang namanya cinta.” Namun sahabatnya tidak begitu tertarik.
                Berapa meter dari tempat sepasang kekasih tersebut, di sebuah stan ojek, mereka melihat dua orang tukang ojek sedang mengerjakan sesuatu yang sedikit aneh. Tukang ojek pertama membuka mulutnya lebar-lebar sedang kawannya memgang tusuk gigi, membersihkan sela-sela gusi tukang ojek pertama. Tentu saja tukang ojek kedua melakukannya karena sang kawan tidak bisa melihat ke dalam mulutnya. Mungkin mereka tidak punya cermin. Sang sahabat pun spontan berkata, “sob, ini baru yang namanya cinta!” mereka pun tertawa.
                Sekilas orang akan mengatakan bahwa apa yang dikatakan oleh sahabatnya adalah konyol. Dan begitu pun dirinya ketika itu. namun, baru saat ini ia sadar, setelah tiga tahun lamanya kejadian itu berlangsung. Kini ia paham, bahwa shabatnya benar. Itu bukan omong kosong tak bermakna yang konyol, batinnya. Selama ini hampir semua orang, terutama para remaja, salah menafsirkan cinta yang sejati. Mungkin karena kekurang pahamnya akan agama, sehingga tidak tahu-menahu, atau memang tidak mau tahu, bahwa pacaran itu dilarang alias haram hukumnya. Seharusnya mereka paham bahwa cinta kepada lawan jenis yang bukan mahramnya sesungguhnya cinta yang didasari oleh hawa nafsu dan peran buruk syaitan. Namun ketika melihat kejadian seperti kedua tukang ojek diatas adalah sesuatu yang gila. padahal telah jelas rasulullah bersabda bahwa tidak beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Kedua tukang ojek di atas telah membuktikan kasih sayang mereka lewat tolong-menolong, walaupun terlihat aneh, bahkan mungkin sebagian orang menganggap jijik. Namun sekarang ia, setelah mendalami ilmu agama, ia paham akan cinta yang sejati itu. cinta yang akan membawa kebahagiaan. Kebahagiaan dalam kebersamaan, sebagimana yang ia rasakan di tempat ia menuntut ilmu di pesantren ini. Kini ia tahu, rela berbuat apa saja untuk menyenangkan wanita, atau bahkan rela mati jika sang kekasih mati, bukanlah cinta yang sejati. Itu cinta buta. Cinta yang hanya akan membawa kepada kesengsaraan, kekecewaan, dan kebinasaan.
***
                Waktu menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Matahari pagi memancarkan sinarnya yang hangat. Ia menatap langit. Hari yang cerah, pikirnya, sungguh indah. Burung-burung beterbangan dengan riang. Bermain-main dengan kawan-kawannya. Menyanyikan nyanyian-nyanyian alam. Sungguh damai hati yang melihat.
                Ia berdiri di sisi tempat sampah, kembali menatap wajah dalam foto. Wajah yang, beberapa jam lalu, membawa kebencian. Tapi hari ini, ia sudah melupakan masa lalu itu. Tidak ada kemarahan, tidak ada dendam. Ia ingin membuka lebaran baru. Lembaran-lembaran yang penuh dengan kisah indah. Penuh cerita akan kasih dan sayang. Di sini, ia punya sahabat yang yang selalu bersamanya. Hadir ketika ia susah maupun senang. Ada sahabatnya dari kalimantan yang selalu hadir di sisinya ketika ketika ia sakit. Ia punya guru-guru yang selalu mengajarinya akan makna kehidupan dengan penuh kasih sayang. Dan yang terpernting, ia punya Allah, Sang pencipta rasa cinta, yang tak terbatas kasih dan sayangnya, yang selalu mencintainya ketika ia cinya kepada-Nya.
                Ia mencampakkan foto-foto wanita itu ke dalam tempat sampah. Ia lalu membuka tutup jerigen berisi minyak tanah dan menyiramnya sedikit ke foto-foto itu. ia lalu mengambil korek api dari saku celananya. Mengeluarkan sebatang korek api dan menggeseknya. Dengan bismillahirrahmanirrahim, ia melemparkan batang korek api yang telah menyala itu ke dalam tepat sampah. Api menyambar. Selamat tinggal masa lalu, selamat datang lembaran baru...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar